Penjenamaan Pribadi (Personal Branding)

Gambar oleh Tamara Gak dari Unsplash

Saya yang diizinkan berkreasi,
bukan terbatas memudahkan fungsi, 
tapi juga untuk mengisi hati.

Saya yang diizinkan berselaras,
bukan saya yang otentik,
karena otentik bisa jadi candu, 
dan otentik cenderung membatu.

Saya yang diizinkan berbagi,
bukan melulu bertransaksi,
walau berhitung tentunya perlu, 
lebih untuk berselaras,
karena kita selalu terhitung.

Saya yang dititipkan peran-peran. 
yang kesemuanya dihadirkan,
dan tak penting apakah itu pilihan atau bukan,
sepanjang mereka diizinkan.

Tanpa izin, saya tiada.
Penjenamaan adalah menjalani keberadaan,
tak perlu bunga, tak perlu topeng,
dan senantiasa gigih berupaya, tanpa memastikan,
didampingi teduh berserah, tanpa bermalasan,
dalam Berkesadaran.

Kita adalah Cerita Kita

Gambar oleh Nong Vang dari Unsplash

Sadar atau tidak, 
kita adalah cerita kita.
Cerita kita bisa menjadi pesan, 
bisa menjadi ilmu, 
tanpa perlu harus menjadi.

Bagi kita.
Bagi yang lain.

Bagaimana kita bercerita dalam Sadar?
Dengan tidak bercerita.
Namun menjalani.
Sambil mengalami.

Bagaimana kita bercerita dalam Sadar?
Dengan Berkesadaran.
Menjalani sambil berlatih.
Menjalani sambil berserah.

Bagaimana kita bercerita dalam Sadar?
Dengan peduli jernih seapa-adanya.
Bukan dengan acuh buram seadanya.

Bagaimana kita bercerita dalam Sadar?
Dengan bertanya, tanpa mempertanyakan
Dengan menjalani pertanyaan.
Untuk terlepas ketika ikhlas tersadari.

Bercerita tak selalu perlu kata.
Bercerita tak juga harus gempita.
Karena sunyi juga peduli.
Karena hening itu esensi.

Hidup

Gambar oleh Aziz Acharki dari Unsplash

Hidup itu alami.
Hidup itu mengalami.

Memang sesederhana itu.
Memang seabstrak itu.

Sederhana, 
kala kita menerima bahwa kita tarian, 
dan bukan penari.

Bukan tujuan (purpose) & renjana (passion)nya,
tapi peran-peran dalam segala kemajemukannya, 
yang memang tampak hadir sebagai pilihan,
namun sejatinya dianugerahkan.

Abstrak, 
karena di luar jangkauan pemikiran,
walaupun berpikir tetap perlu,
walaupun analisa dan sintesa tetap penting. 
namun semuanya adalah pembantu,
bukan penentu.

Alami hidup, seapa-adanya.
Realita yang sebenarnya.
Bukan karena harus dan ingin,
tabir-tabir dari ego kita.

Alami hidup, tanpa seadanya. 
Bukan acuh  tak peduli,
maupun bermalasan bertopengkan  keberserahan,
karena semua sudah dicukupkan,
segala telah dihamparkan.

Sadari dulu alaminya,
dan ketika perlu,
iterasikan metode,
narasikan semangat,
tanpa melekat,
tanpa semburat,
karena semuanya latihan,
karena semuanya titipan.

Alami hidup,
yang menghidupkan,
bukan sekadar menghidupi.

Peran-Peran: Bukan Passion & Purpose

Gambar oleh Kyle Head dari Unsplash

Hasrat dianggap sebagai penggerak,
karena – katanya – berangkat dari yang suka akan memudahkan.
Padahal suka bisa saja godaan.
Padahal suka sejatinya adalah panggilan.

Tujuan dianggap sebagai arah hidup kita,
karena – katanya – hidup tanpa arah akan limbung bingung.
Namun apapun dan siapapun yang tercipta,
tak mampu tahu pasti maksud penciptaan.

Hasrat dan Tujuan bukannya tak penting, 
tapi perlu tersadari,
agar peka mengalami,
dan terjalin menjalani,
serta arif meneladani.

Jalani keduanya dalam bentuk peran-peran,
dalam Berkesadaran.
Karena peran adalah anugerah,
dan bisa berubah sesuai keselarasan yang diperlukan.

Peran-Peran tak sibuk memilih kesukaan.
Walau peka akan yang suka,
tapi tersadari dulu akan yang hadir.
Walau peka dengan arah yang tampaknya ditunjukkan,
tapi tersadari dulu akan anugerah keberadaan.

Peran adalah dinamika dan debaran tarian.
Peran bukanlah keakuan dan kepastian penari.
Peran adalah keleluasaan yang majemuk,
bukan kelekatan pada satu citra.

Karenanya peran-peran adalah menjalani anugerah,
spasi untuk berlatih dan berserah,
yang perlu tersadari dalam teguh berupaya,
dan sekaligus bersanding dalam teduh berserah.

Spektrum Keberadaan

Gambar oleh Kharim Ghantous dari Unsplash

Terkadang keberadaan saya sepertinya hampa.
Kehidupan tak pernah peduli akan saya.

Adakalanya pula keberadaan saya seperti ditimpakan pada saya.
Kehidupan terjadi karena saya tidak berdaya.
Dan saya tidak bisa memilih.

Sering kali keberadaan saya serasa untuk saya.
Kehidupan adalah hak saya.
Dan karenanya saya sibuk menjaga keterbatasan dan kelangkaan.

Berkali-kali pula keberadaan saya tampak perlu saya.
Kehidupan membutuhkan saya untuk bisa terjadi.
Sayalah pahlawannya, karena kalau bukan saya, siapa lagi?

Sering kali keberadaan saya tampaknya oleh saya.
Kehidupan hanya bisa terjadi, karena kemampuan saya.
Sayalah yang memperjuangkan segalanya.

Sewaktu-waktu keberadaan saya tampaknya bersama saya.
Kehidupan berlangsung karena saya bekerja sama dengan yang lain.
Namun saya sibuk berhitung dan memastikan hak dan kewajiban saya dan mereka.

Berkesadaran mengingatkan bahwa keberadaan saya bukan saya.
Kehidupan melalui saya.
Kian saya berselaras, kian leluasa Kehidupan menjadikan saya pintu.
Kian saya tiada, kian leluasa Kehidupan berekspresi.

Ketiadaan, bukan hampa.