Cukup

Gambar oleh Manki kim dari Unsplash

Bagaimana cukup adalah cukup?
Yang bukan cukup karena malas melanjutkan?
Yang bukan cukup karena harus menunjukkan?

Sepertinya perlu berlatih mengundang kepekaan
Sehingga diizinkan untuk merasakan, membedakan, dan menjalankan yang perlu.

Bagaimana cukup adalah cukup?
Yang bukan cukup karena sibuk sendiri
Yang bukan cukup karena tak peduli

Sepertinya perlu berlatih mengundang keterjalinan
Agar diizinkan menunggu maupun menanggapi dalam teguh dan teduh.

Bagaimana cukup adalah cukup?
Yang bukan cukup karena norma
Yang bukan cukup karena biasa

Sepertinya perlu berlatih mengundang kearifan
Supaya diizinkan mendalami benar, baik, dan indah yang juga bijak.

Peka, terjalin, arif
Ketiganya tak pernah bisa dipastikan.

Kita hanya terbuka untuk mengundangnya 
melalui berlatih yang juga berserah.

Sehingga cukup memang sejatinya cukup.

Syukur

Gambar oleh Ivan Samkov dari Pexel

Bagaimana saya bersyukur?
Apakah karena ada nikmat yang dirasakan pikiran?
Gratus – asal kata grateful, katanya berarti ‘pleasing the mind’
Ketika pikiran mendapatkan yang ia sukai, saya bersyukur.

Bagaimana saya bersyukur?
Apakah karena saya menerima?
Thankful, yang asal katanya thank, berarti imbalan (to recompense / to reward).
Karenanya terima kasih sepertinya mengsyaratkan penerimaan dulu, baru bersyukur.

Bagaimana saya bersyukur?
Apakah karena saya dibukakan dan terbuka?
Syakara, asal kata syukur, berarti membuka.

Saya bersyukur atas segala pengalaman yang dibukakan, 
diharapkan atau tidak
Saya bersyukur dengan cara membuka diri terhadap segala pengalaman,
melalui kepedulian dan ketekunan.

Terbuka mengundang kepekaan, keterjalinan, dan kearifan.

Terbuka tak pernah menyimpan, 
karena semuanya bersifat sementara.

Terbuka bersifat melalukan, 
mengolah yang diterima,
tanpa menggenggam,
untuk kemudian ditebarkan,

Terbuka tak pernah menilai, 
karena semuanya baik,
dan segalanya membaikkan.

Terbuka tak sibuk dengan diri, 
karena ini bukan tentang saya.

Bersyukur

Gambar oleh Debby Hudson dari Unsplash

Luangkan waktu setiap hari, untuk mencatat 10 hal yang kita syukuri.

Betapa banyak hal sederhana yang dapat kita syukuri:
– Hujan menyejukkan di sore hari.
– Jalan sedikit lebih lengang sehingga tidak terlambat.
– Jalan sangat macet sehingga punya me time lebih lama sebelum tiba di rumah.
– Makan bersama keluarga yang menyengkan.
– Bangun di pagi hari.
– Pegal-pegal setelah diajak berlari, mendaki, lalu bersepeda.
– Film yang seru dan menghibur.
– Punya pekerjaan.
– Es kopi susu yang nikmat.
– Membuka mata.

    Sungguhkah kita membutuhkan alasan untuk senantiasa bersyukur?

    Musik dan Berkesadaran

    Gambar oleh Joseph Malina Secall dari Unsplash

    Tak semua musik perlu nada
    Banyak musik menggugah,
    karena irama dan jeda.

    Tak semua musik perlu manusia
    Musik juga hadir
    melalui banyak fenomena

    Tak semua musik perlu lirik.
    Tak semua musik perlu gempita.
    Tak semua musik perlu tepukan.
    Segala musik selalu perlu hati.

    Musik mengajarkan keluasan perspektif.
    Musik mengingatkan kedalaman makna.
    Musik mengajak Berkesadaran.

    Organisasi Berkesadaran

    Gambar oleh Myriam Fotos dari Pixabay

    Organisasi merupakan media berkumpulnya orang-orang dengan berbagai kepribadian dan latar belakang untuk suatu tujuan bersama. Organisasi bisa berupa korporasi, perusahaan rintisan (startup), komunitas, ataupun keluarga. Ketika ia berkesadaran, anggota-anggotanya berlatih dan berserah dalam sadar, mengalami anugerah momen dan peran, dengan jernih dan lepas, seapa-adanya. 

    Para pemimpin organisasi ini menetapkan visi dan misi yang bersifat pemeliharaan. Organisasi tak sekadar mementingkan kemenangan akan apapun, namun lebih mementingkan pemeliharaan. Pemeliharan inipun bersifat sementara, siap untuk diestafetkan kepada siapapun, kapanpun. Pemeliharaan ini merupakan perjalanan menuju kebaikan, kebenaran, dan keindahan. 

    Kebaikan akan membuat organisasi ini berkutat untuk memberi manfaat bagi para pemangku kepentingan. Kebenaran akan membuat organisasi ini berbagi makna bagi diri dan sekitarnya.  Keindahan akan membuat organisasi ini memberi berkah bagi siapapun yang terlibat dengannya, tanpa melekat dengannya.

    Organisasi Berkesadaran perlu membumi, karenanya selain bersifat memelihara, ia memiliki OKR, KPI, ataupun apapun yang bisa diukur, dievaluasi, dikoreksi dan disempurnakan di setiap iterasinya. Bahkan dalam bentuk organisasi yang bukan perusahaan, misalnya komunitas ataupun keluarga, ukuran-ukuran bisa ditetapkan dalam bentuk SMART Goal yang bersifat spesifik, terukur, relatif jelas proses dan pelakunya, realistis, serta memiliki batas waktu untuk mencapainya. Contohnya, organisasi dalam bentuk keluarga muda biasanya berencana kapan memiliki turunan, kapan aset-aset tak bergerak perlu dimiliki, pola pembiayaan, dan lain sebagainya. 

    Bagaimana Organisasi Berkesadaran seperti ini bisa dibangun? Mulai dari diri sendiri. Kita perlu teduh dan tekun berlatih dan berserah dalam Berkesadaran di berbagai peran kita di organisasi. Langkah pertama ini akan mengundang siapapun yang beresonansi, untuk bekerja sama dan berlatih bersama dengan kita, secara natural.

    Langkah yang kedua adalah dengan membangun komunitas berlatih. Dalam komunitas berlatih ini, kegiatan berlatih berkesadaran dilakukan bersama serta dilakukan secara rutin. Dengan kebersamaannya, forum ini menjadi ruang untuk berbagi pengalaman Berkesadaran dalam keseharian, dalam konteks pribadi maupun profesi. Tentunya proses berbagi pengalaman ini menghormati batas-batas privasi sehingga hanya dilakukan ketika para peserta nyaman melakukannya. Sebagaimana langkah pertama, langkah kedua ini akan menjadi pengingat & penyemangat bagi anggota komunitas berlatih ini, serta menjadi pengundang bagi yang lainnya. 

    Langkah selanjutnya adalah dengan memasukkan sifat berkesadaran ke dalam elemen-elemen organisasi: keseharian, proses & sistem, budaya. Dalam keseharian, contohnya, dengan memasukkan pola jeda tiga napas untuk mengawali berbagai pertemuan di organisasi. Dalam proses organisasi, misalnya, bagaimana Berkesadaran diterapkan bukan saja ketika menerima, namun juga ketika melepas anggota organisasi. Contoh lain lagi dalam aspek organisasi misalnya, bagaimana Berkesadaran dibumikan pada  proses penilaian unjuk kerja di organisasi?. Dan tentunya masih banyak lagi.

    Tentunya, proses-proses ini perlu terus diukur, dievaluasi, diiterasikan, sehingga menjadi budaya organisasi. Dengan demikian, kebaikan, kebenaran, dan keindahan bisa dirasakan di seluruh organisasi, yang sekali lagi, bukan hanya dalam format korporasi, melainkan juga organisasi kecil seperti keluarga.