Duduk Diam merupakan salah satu latihan dasar dari Berkesadaran.
Duduk Diam, sebagaimana namanya, adalah latihan untuk diam tidak melakukan apapun, tidak menanggapi apapun dan tidak menghibur diri dengan distraksi. Dilakukannya, tentunya, dalam posisi duduk. Membosankan? Mungkin, tapi bosan juga adalah rasa yang perlu kita alami, sebagaimana rasa-rasa yang lain, melalui Berkesadaran.

Jika batin kita dianalogikan sebagai wadah berisi air, maka seluruh kegiatan dan proses berpikir kita adalah proses menabur berbagai macam objek ke dalam wadah tersebut – debu, kerikil, butiran warna-warni, lumpur dan lain sebagainya. Untuk menjernihkan air (yang menganalogikan batin), kita perlu mendiamkan wadahnya, agar seluruh objek tadi perlahan mengendap. Sebaliknya, jika wadah terus bergerak dan air terus diaduk sambil menerima berbagai objek, airnya tidak bisa jernih. Itulah sebabnya, kita perlu Duduk Diam – mendiamkan batin menunggu berbagai obyek yang muncul mengendap dari permukaan, sehingga kejernihan dapat muncul.
Kita memang perlu berdiam, menyadari dan menunggu agar respon dan ekspresi yang kita lakukan lahir dari ketenangan, lahir dari kejernihan. Duduk Diam menjadi perlu, karena inilah dasar seluruh latihan Berkesadaran kita – untuk mengamati dan mengalami keberadaan kita, jernih seapa-adanya.
Kita melakukannya dalam posisi duduk, karena inilah posisi yang paling stabil. Dibandingkan dengan berdiri, posisi ini tidak melelahkan, dan dibandingkan dengan tidur, posisi ini tidak melenakan. Posisi duduk dalam diam ini juga membuat kita peka akan keberadaan yang dihadirkan kepada kita – yang untuk mudahnya kita sebut sebagai nafas, tubuh, perasaan, dan pikiran. Dalam kondisi Duduk Diam, kita berkesempatan untuk menyadari, menerima, mengenali obyek-obyek yang hadir ke keberadaan kita, yang mengkondisikan kita, yang bisa mewarnai kondisi batin kita. Kita kian peka, kian mengenal tatanan keberadaan (internal landscape) ini.
Pola-pola Berkesadaran, termasuk Duduk Diam, tidak pernah memastikan hasil. Karenanya kita berlatih Duduk Diam, untuk berlatih Duduk Diam, bukan untuk meningkatkan kemampuan kita berdiam, karena hasil, tak pernah milik kita. Kita juga berlatih untuk tidak bertransaksi dengan apapun yang kita upayakan. Kebahagiaan, ketenangan, ketidakbahagiaan, dan ketidak-tenangan, maupun rasa-rasa yang lain yang muncul ketika Duduk Diam adalah pengalaman, bukan tujuan, dari Duduk Diam.
Berkesadaran dalam Duduk Diam tidak pula memastikan Sadar, namun berlatih menyadari sehingga biasanya – tanpa mengharuskan – menghadirkan kepekaan, keterjalinan, dan kearifan. Kian kita berlatih, kita juga lebih mudah menyadari ketidak-sadaran kita – melakukan atau mengucapkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu kita ekspresikan. Berkesadaran akan membuat kita mudah menyadari ketidaksadaran itu.
Berkesadaran dalam Duduk Diam membuat kita jadi lebih terbuka akan pandangan dan persepsi yang bukan karena pengalaman yang lalu, ataupun harapan yang akan datang, karena dalam Duduk Diam, kita senantiasa mengalami pengalaman kebaruan tersebut Tidak ada pengalaman yang persis sama di setiap Duduk Diam.
Berkesadaran dalam Duduk Diam juga melatih kita, pada waktunya, untuk berjeda sehingga tidak terburu-buru menanggapi apapun yang datang dan pergi, karena tidak semuanya perlu ditanggapi.
Duduk Diam di waktu yang sama, di tempat yang sama, di durasi yang sama, di setiap harinya, akan membantu dalam mengasah proses mengamati dan mengalami. Setelahnya, kita dapat tetap melakukan di setiap harinya, dengan, tempat, waktu dan durasi yang diperlukan.
Akhirnya, ini bukanlah konsep untuk dipahami, namun sikap yang perlu dialami. Gunakan siniar (podcast) Panduan Berkesadaran sebagai salah satu opsi untuk memandu kita berlatih.
You must log in to post a comment.