Berkesadaran

Gambar asli oleh Markus Spiske dari Pixabay, diedit oleh Siska

Sekali lagi, ini bukan kata baku dalam bahasa Indonesia. Namun, makna yang ingin disampaikan oleh kata Berkesadaran adalah suatu pola berlatih dan berserah sekaligus untuk tiba dalam kondisi Sadar. Dalam berkesadaran, hidup itu dijalani, bukan dijalankan, dengan jernih seapa-adanya, bukan buram seadanya. 

Seadanya lebih dikenal dengan istilah auto-pilot – suatu pola yang menguntungkan pengelolaan energi oleh otak kita, karena menganggap bahwa apa yang sudah pasti akan terjadi lagi. Kita semua, semoga, sudah belajar bahwa yang lalu tidak bisa dijadikan dasar, karena berbagai alasan. Pertama, apa yang kita ingat belum tentu apa yang sebenarnya terjadi. Kedua, apa yang kita pikir hikmah dari yang sudah, juga belum tentu satu-satunya pembelajaran yang bisa kita petik. Yang lalu memang sudah terjadi, tetapi tentang apa yang sebenarnya terjadi dari yang lalu dan apakah pembelajaran dari yang sudah terjadi itu sejatinya merupakan suatu spektrum makna yang maha luas. 

Untuk mendekati – dan ketika anugerah itu hadir sehingga kita bisa mencapai – kondisi yang sebenarnya (Sadar) memang memerlukan Berkesadaran. Sekali lagi, ini bukan transaksi yang bersifat sebab dan akibat. Karenanya Berkesadaran tidak akan pernah bisa memastikan Sadar. Ya, Sadar adalah anugerah. 

Berkesadaran mengakui batas-batas kemanusiaan kita, karenanya Berkesadaran akan memilah antara yang biasanya, dan yang tidak biasanya, antara yang perlu dan yang ingin, antara opsi dan distraksi. Karenanya Berkesadaran meminta kita untuk berlatih berjeda. Berjeda melalui latihan duduk diam di setiap harinya. Juga berjeda tiga nafas sebagai antara dari satu kegiatan keseharian kita ke aktivitas keseharian yang lain. Dan juga berjeda dengan berjarak dengan sambil, memilih satu dengan keparalelan kegiatan, yang bagi sebagian didewa-dewikan atas nama efisiensi. 

Sambil adalah ketidakmampuan untuk memilih. Dan berjarak dengan sambil adalah menghormati pilihan. Sehingga makan hanya makan, tidak sambil melihat gawai kita, sehingga menjawab surat elektronik (email) tidak sambil makan, dan lain sebagainya. Sederhana saja, kitapun tak mau menjadi obyek sambilan dari orang lain ketika orang tersebut sedang bersama kita kan?  

Berkesadaran juga mengajak kita untuk berjalan lebih dalam. Kita menghormati pilihan kita karena itulah perilaku yang pertama kali, dan sekaligus terakhir kali. Pertama kali karena semuanya selalu baru, dan terakhir kali karena kita tak pernah bisa mengulanginya lagi di situasi dan kondisi yang persis sama.